Akibat Film Horor | Aisa Harumi

0

 


Akibat Film Horor

Aisa Harumi



“Tora, makan yuk!” teriak ibu mengusik keasyikan Tora menonton film horor. Segera ia mematikan layar. “Ya, bu!” Sahut Tora keluar kamar. Tora hanya makan berdua dengan ibu, Ayahnya belum pulang, sementara Kakaknya sedang pergi KKN. “Mmm, enak bu! Aku keatas dulu ya” kata Tora sehabis makan. “Eh eh eh! Cuci piring dulu gih!” Kata Ibu. Tora menggerutu, tapi tetap melaksanakan. Setelah itu ia melanjutkan kegiatan menontonnya sampai ketiduran.


Tora terbangun karena merasa tenggorokannya kering, ia menuruni kasur dan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dengan kesadaran yang belum pulih. Setelah menegak sampai habis, ia menyimpan gelas kosong di atas meja makan.


Tora menyadari jika ia sedang berada di tengah-tengah kegelapan. Semua lampu mati, termasuk lampu dapur yang hanya mendapat sedikit penerangan dari cahaya bulan yang masuk melewati beberapa atap kaca. Namun tetap saja, Tora yang hobi menonton film horor koleksi kakaknya, tiba-tiba merasa merinding karena pikirannya mengarah ke ‘sesuatu’ yang mungkin muncul di balik kegelapan dapur. Dengan kecepatan kilat, ia langsung lari menuju ke kamarnya. Hanya perlu beberapa langkah untuk masuk ke kamarnya, tiba-tiba Tora berteriak keras hingga terjatuh ke lantai ketika sebuah tepukan di pundak mengejutkannya.


“Kenapa, sih, dek? Malam-malam bukannya tidur malah lari-lari?”


Tora memejamkan mata rapat seraya memeluk kedua lututnya yang sedikit nyeri akibat terjatuh, ia perlahan membuka mata saat mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya. “Akhhh,” seru Tora lagi sambil menutup kedua matanya kembali. Jantung Tora tambah berdetak kencang ketika melihat wujud sosok yang menepuk pundaknya itu. “Pergiii! Jangan ganggu aku!”


“Hah? Apaan, sih, dek?” Sosok yang ditakuti Tora tertawa kecil. Sosok itu menyalakan lampu lalu mendekat ke arah Tora yang masih setia memeluk lututnya dengan kedua mata tertutup rapat, mencoba untuk memanggilnya lagi sambil menepuk pelan lengan Tora. “Dek? Kenapa, sih?”


Di tengah ketakutan, Tora sempat memikirkan satu pertanyaan. Emang hantu bisa nyentuh manusia? Setahuku enggak, pikirnya. Dan ketika sosok itu kembali memanggilnya, Tora akhirnya memberanikan diri untuk membuka matanya dan melihat sosok yang berdiri di depannya dengan jelas. “Kak Vivi?” gumamnya, memastikan apakah dugaannya benar atau tidak.


“Kamu ngapain lari-lari tengah malam kaya gini?” tanya sosok itu kembali, mengabaikan pertanyaan adiknya yang masih menatapnya lekat-lekat.


“Ihhh, Kakak! Ngapain malam-malam dandan begituan? Ngagetin Tora tahu, nggak?” sungut Tora berusaha berdiri setelah memastikan jika sosok itu bukanlah hantu, melainkan kakak perempuannya yang sudah beberapa minggu ini pergi untuk tugas KKN. Namun, kenapa malam ini kakaknya sudah ada di rumah? Padahal seingatnya setelah makan malam tadi kakaknya belum ada di rumah.


“Ssst, jangan keras-keras, nanti Ibu sama Ayah bangun,” tegurnya sambil meletakan jari telunjuknya ke bibir. “Kenapa, sih, emangnya? Nggak ada yang salah sama penampilan Kakak.” Vivi menunduk untuk melihat pakaian yang dikenakan. Hanya sebuah gaun tidur selutut berwarna putih.


“Itu ngapain pakai topeng-topengan segala? Sengaja nakutin Tora, ya?”


Vivi yang masih heran mengangkat satu tangan menyentuh wajahnya lalu baru menyadari sesuatu. “Ini masker, buat perawatan wajah. Bukan topeng!”


Tora hanya meringis kecil ketika melihat kakaknya melepas masker putih yang dikenakannya. Memang siapa sih yang tidak akan terkejut ketika melihat sosok perempuan memakai gaun putih dengan muka yang menggunakan masker putih di tengah kegelapan?


“Kakak tinggal lama kok kamu jadi penakut gini?” tanya Vivi melipat masker sebelum membuangnya ke tempat sampah. Tora menggaruk rambutnya yang tiba-tiba terasa gatal, padahal tidak ada kutu, atau mungkin ada?


“Bentar.” Vivi memicingkan mata ketika melihat adiknya mengalihkan tatapannya ke langit-langit. “Jangan bilang kamu diam-diam ngambil koleksi CD di kamar Kakak lagi, padahal udah Kakak larang?” Kini tanpa melihat pun Tora bisa merasakan kedua mata kakaknya yang sedang menatapnya tajam.


“Salah siapa beli banyak CD horor.” Setelah mengatakan hal itu, Tora langsung berlari ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Ia mengabaikan teriakan kakaknya disertai gedoran pintu. Ia yakin tidak lama lagi kedua orang tuanya akan bangun mendengar teriakan kakaknya. Yang penting bukan ia yang dimarahi.


***

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)