image source: Pinterest |
Resensi Film Raya And The Last Dragon
Livy Buntari
Film animasi
pertama Walt Disney yang memiliki latar Asia Tenggara dengan kisah yang menarik
dan sinematografi nya yang keren. Yap!, apalagi kalau bukan Raya and The Last
Dragon. Banyak sekali unsur Asia Tenggara yang hadir dalam film ini, mulai dari
pemandangan dari Asia Tenggara yang indah, gaya bertarung Raya yang merupakan
pencak silat, senjata Raya yang berupa keris, topi khas Filipina yang dikenakan
Raya, rumah gadang dan seni membatik juga terdapat pada Disney kali ini.
Dikisahkan, 500
tahun silam dalam suatu tempat yang dinamakan Kumandra, roh jahat atau Druun
menyerang manusia dan naga-naga yang menyebabkan banyak korban menjadi patung
batu. Kemudian, naga-naga terakhir menyatukan kekuatannya membentuk bola untuk
menyelamatkan Kumandra. Diceritakan bola kekuatan tersebut disimpan di wilayah
suku Heart yang dijaga oleh Raya dan Benja, ayah Raya. Suatu ketika Raya
dikhianati teman yang ia percaya, Namaari dari suku Fang, ingin merebut bola
kekuatan dan hingga akhirnya bola itu pecah berkeping-keping. Setiap
kepingannya dibawa pergi oleh masing-masing ketua dari 5 suku. Pecahnya benda
pencegah Druun menyebabkan roh jahat kembali menyerang, banyak ummat manusia
dari kelima suku yang berubah menjadi patung batu termasuk Benja.
Petualangan Raya
barulah dimulai, putri mahkota dari suku Heart ini berkelana ke ujung-ujung
Sungai untuk mencari Sisu, naga terakhir yang masih hidup. Kemudian, Raya berusaha
mengumpulkan kepingan-kepingan bola, pergi ke wilayah suku Tail yang banyak
terdapat gurun pasir, ke wilayah suku Talon yang penuh tipu daya, lalu pergi ke
suku Spine yang hanya tersisa 1 manusia saja dan terakhir tempat suku Fang
dengan penjagaan yang ketat. Tentu saja, disetiap perjalanannya tidaklah mudah,
bahkan Raya juga dikerjar oleh Putri dari suku Fang, yang merupakan mantan
sahabatnya.
Selain
petualangan fantasinya yang seru, Film Raya and The Last Dragon juga sarat akan
pesan moral. Pesan tentang kepercayaan, dimana Raya pernah dikhianati oleh
temannya, dan membuat ia tidak mudah percaya kepada orang lain. Namun, Sisu
meyakinkan Raya, bahwa dengan saling percaya terhadap sesama akan membuat
kerjasama semakin kuat lagi. Suatu hubungan juga perlu didasari atas
kepercayaan, antara teman dengan teman yang lain, orang tua dengan anaknya atau
dengan pasangan, pemimpin dengan anggotanya dan lain sebaginya.
“Mungkin terasa mustahil, tetapi terkadang, kau perlu mengambil langkah pertama, bahkan sebelum kau siap” – Sisu